Dari Anas bin Malik, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ عَالَ جَارِيَتَيْنِ حَتَّى تَبْلُغَا جَاءَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ أَنَا وَهُوَ (وَضَمَّ أَصَابِعَهُ)
“Siapa yang mendidik dua anak perempuan hingga ia dewasa, maka ia akan datang pada hari kiamat dalam keadaan aku dan dia ….” Lantas Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mendekatkan jari jemarinya. (HR. Muslim no. 2631). Artinya, begitu dekat dengan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
(Sumber : https://rumaysho.com/9608-keutamaan-menyayangi-anak-perempuan.html)
.....
Assalamu'alaykum sahabat,
Pernahkah kalian merasa sedih seiring bertambahnya usia kedua orang tua kalian? Atau ketika kalian mengingat kembali apakah cukup bagi kalian menjadi sumber kebahagiaan untuk kedua orang tua kalian yang tak hanya di dunia namun juga di akhirat?
Entahlah.
Bagi kalian yang sempat membaca beberapa tulisanku sebelumnya, mungkin kalian akan mendapat sedikit gambaran tentang bagaimana anak perempuan dalam keluarga secara umum atau paling tidak dari sudut pandangku. Bagaimana kami dibesarkan, cinta pertama kami, kisah kami menerima pasangan, dan bagaimana kami akan berpindah bakti. Jelas, dua poin terakhir yang aku sebutkan belum aku alami. Aku masih begini begini saja. Dan malah semakin-makin bingung dengan kondisi aku yang sekarang.
Jujur, aku sempat berpikir bahwa aku akan menikah tahun ini. Sayang, menaruh asa pada sesuatu yang belum pasti itu memang selalu tak akan membuahkan hasil. Nihil.
Lain kali akan aku ceritakan. Kisah kali ini mengenai refleksiku mengenai hubunganku dan kedua orang tuaku.
Selepas lebaran tahun ini, aku menyadari pasti bahwa papa dan mamaku sudah semakin tua. Papaku yang fisiknya begitu gagah dan kuat nampaknya sudah tak lagi sama. Papa mulai mudah lelah dan tarikan nafasnya mulai berat. Mamaku mulai mencirikan penyakit usia senja, pelupa.
Ya Allah.
Kalau diingat-ingat apakah dua puluh empat tahun aku hidup, aku sudah cukup setidaknya menjadi penghibur penat bagi kedua orang tuaku. Ataukah selama ini tak ada dari tutur kata ataupun perbuatanku yang menggores hati papa dan mama. Mengapa ya aku bisa berlemah lembut terhadap orang tua lain sementara aku pernah berkata 'ah' pada mama ataupun papa.
Belum genap baktiku, kenapa ya aku bisa berpikiran untuk segera menikah. Saat aku rantau dan ketika nanti hasian juga turut berpindah, siapa yang sekiranya akan membantu kedua orangtuaku. Kalau seandainya aku meninggal esok hari, siapa ya yang akan menjaga kedua orangtuaku di saat senjanya.
Hampir setiap malam aku menjumpai orang tua renta yang tidur hanya beralas kardus di depan emperan toko atau meringkuk tanpa alas di atas beton trotoar dalam perjalanan pulang dari kantor. Ya Allah, bila nanti di usia tua kedua orangtuaku sudah tak ada aku lagi di sekitar mereka, semoga banyak orang baik yang akan menolongnya. Jangan sampai kedua orangtuaku merasakan dinginnya malam pun perut kelaparan. Ya Allah mohon berikan kecukupan bagi beliau dengan rizki dan keberkahan di dalamnya serta orang-orang baik di sekitarnya.
مَا رَأَيْتُ مِنْ نَاقِصَاتِ عَقْلٍ وَدِينٍ أَغلَبُ لِلُبِّ الرَّجُلِ الْحَازِمِ مِنْ إِحْدَاكُنَّ. فَقِيلَ: يَا رَسُولَ اللهِ، مَا نُقْصَانُ عَقْلِهَا؟ قاَلَ: أَلَيْسَتْ شَهَادَةُ الْمَرْأَتَيْنِ بِشَهَادَةِ رَجُلٍ؟ قِيلَ: يَا رَسُولَ اللهِ، مَا نُقصَانُ دِينِهَا؟ قَالَ: أَلَيْسَتْ إِذَا حَاضَتْ لَمْ تُصَلِّ وَلَمْ تَصُمْ
“Aku tidak pernah melihat orang yang kurang akal dan agamanya paling bisa mengalahkan akal lelaki yang kokoh daripada salah seorang kalian (kaum wanita).” Maka ada yang bertanya, “Wahai Rasulullah, apa maksudnya kurang akalnya wanita?” Beliau menjawab, “Bukankah persaksian dua orang wanita sama dengan persaksian seorang lelaki?” Ditanyakan lagi, “Ya Rasulullah, apa maksudnya wanita kurang agamanya?” “Bukankah bila si wanita haid ia tidak shalat dan tidak pula puasa?”, jawab beliau. (Muttafaqun ‘alaih, HR. Bukhari no. 1462 dan Muslim no. 79)
Bila tak genap agama dan akal kami, boleh jadi mendidik kami memang lebih sulit. Selepas haid, kami bisa terlena dan menjadi futur. Secara umum, wanita-wanita itu menyukai keindahan dan mudah tergoda karenanya. Banyak sekali tantangan dalam mendidik dan membesarkan kami.
Ya Allah. Ketimbang tak berarti apa-apa, aku justru takut justru menjadi sebab penderitaan kedua orang tuaku di dunia maupun akhirat. Na'udzubillah.
Ya Allah, bila Engkau berkehendak, semoga Engkau jadikan kami anak-anak yang sholih dan sholiha. Semoga Engkau jadikan istighfar kami pun sebagai penggugur dosa bapak dan ibu kami. Semoga Engkau jadikan rezeki yang kami terima sebagai rezeki halal yang mampu membawa keberkahan bagi bapak dan ibu kami.
Pernah juga aku membayangkan bila salah satunya pergi meninggalkan yang lain. Papa, setiap harinya baju disiapkan oleh Mama. Mama yang penakut, tak bisa tinggal di rumah sendirian (apalagi tanpa papa). Ya Allah, Semoga Engkau menjaga keduanya. Semoga Engkau berkenan menjaga satu sama lainnya.
Menjadi anak perempuan di usia 24 tahun sepertiku dengan sudah melewati berbagai fase, akan membuat aku semakin berpikir. Mungkin bila waktunya tiba dengan adanya seseorang yang berani mengambil tanggung jawab mendidikku dari papa dan mama, maka aku berharap Hasian bisa membantuku menjalankan apa-apa yang pernah orang tua kami lakukan untuk kami. Memberikan yang terbaik. Mengusahakan yang terbaik.
"Rabbighfirli waliwalidayya warhamhuma kama rabbayani shaghiran"
Artinya : "Ya Tuhanku, ampunilah dosaku dan dosa ayah serta ibuku, kasihanilah mereka sebagaimana kasih mereka padaku sewaktu aku masih kecil"
- Anggi Siregar -