­

Curahan Hati Saja

10.01

- 7 Juni 2013 -

Sudah lama tidak membagi perasaanku pada hal-hal lain. Sudah cukup lama aku menampung semua itu dalam diriku. Ku konsumsi sendiri sampai habis aku makan sendiri. Nangis-nangis sendiri, ketawa-ketawa sendiri. Terlalu banyak peristiwa yang tiba-tiba saja menghajarku menjadikanku lebih dewasa.

Aku belakangan juga cukup menjadi orang yang cukup menyebalkan bagi beberapa orang di sekitarku. Aku mulai menjadi orang yang malas, cuek yang teramat sangat, bimbang, dan tiba-tiba menjadi orang yang linglung. Aku cukup heran dengan apa adanya aku ini. Aku cukup heran.


Tapi, aku cukup belajar mengenai jalan hidupku sendiri. Sesuatu yang aku sebut-sebut itu mimpi atau terkadang that's my own way sudah berlangsung begitu sendiri. Kanan kiriku kini satu per satu lepas. Beberapa adalah orang yang aku anggap sahabat, beberapa lagi adalah orang yang aku anggap seseorang yang dekat.

Jujur saja, aku jauh tertinggal dengan mereka yang sudah bisa move on untuk beberapa hal yang menyangkut paut soal ambil keputusan di kapal yang aku naiki sendiri sekarang ini. Move on mereka sebenarnya membuat aku mati kutu, "mau bicara sama siapa lagi aku?" Yah, tapi aku ambil begini saja. Kalau begini, mungkin aku bisa melihat apa-apa dari diriku sendiri. Aku entah mau jadi apa dan seperti apa. Tapi dengan begini, mungkin aku bisa melihat mereka sebagaimana mereka melihat aku. Kalau kemarin-kemarin naik kapal bersepuluh, ada satu yang jatuh, lima di antaranya adalah 'tim penyelamat' yang 'ikut nyebur' nolong tuh satu orang yang kecebur. Kalau sekarang, naik kapal bersepuluh nih, satu nyemplung ke laut paling dua orang doang yang bakal ikut nyemplung dan nyelametin. Sisanya koar-koar dari kapal, "tolongin tuh buru!" atau banyak di antaranya yang tiba-tiba diem aja pura-pura nggak lihat.

Hemphh.. kapal yang ini sudah aku naiki. Ibarat kata, kapal sudah terlanjur 'nengah' mau balik ke dermaga, akunya nggak kuat berenang sampai tepian. Kalau membentur karang, aku tenggelam bersama kapal yang karam dan membusuk di dasar lautan seperti kapal titanic. Mungkin nasib baik kalau tiba-tiba aku masih bisa mengapung dan ditemukan oleh tim penolong. Tapi yang jelas, karena posisi ini, aku bawa pelampung. Eh, tidak cukup aku bawa. Aku pakai sedari kapal mulai tinggalkan dermaga. Tapi bagaimanapun juga, ini bukan salah mereka yang tidak ikut naik kapal. You know, it depends on those people. Dan aku tidak mau mereka terseret ombak yang akan menyakiti mereka lagi dan lagi. Terlebih mereka telah trauma dengan lautan itu sebelumnya. Yah, kami pernah tenggelam bersama-sama. Meskipun tiba-tiba nasib kami masih baik kami terapung dan tidak sengaja terselamatkan oleh crew kapal lain yang melewati kami.

Cukup dengan kapal yang aku naiki. Mungkin kali ini aku akan jauh lebih cerewet dan bahasa tulisannya lebih kepada aku apa adanya sebagaimana aku bertutur biasa. Yah, tidak ada underline atau italic dan lain sebagainya. Aku menulis ini karena otakku, hatiku sudah cukup menampung banyak kisah yang kalau-kalau aku terus tahan bisa meledak selagi tugas-tugasku belum kukerjakan dengan hati dan penuh pemikiran lainnya. Aku butuh mengerjakannya segera sebagaimana aku membutuhkan liburan segera. BUTUH dan SEGERA. 

Lain kisah dari kapal, aku baru saja kehilangan seseorang yang aku idolakan. Seseorang yang menyebut dirinya sebagai fans nomor satuku. Mbah uti. Simbah putri. Satu-satunya orang tua dari orang tuaku yang masih ada kini telah berpulang. Innalillahi wa innailaihi roji'un. Kalau ditarik garis ke belakang, aku mungkin akan merindukan orang yang dulunya menjadi orang pertama yang mendukung aku menggunakan jilbab. Orang yang selalu mengingatkan bacaan al-quranku, bacaan sholat ku, dan hafalan ayat kursiku. Mbah uti adalah orang yang selalu tidak pernah melewatkan siaran-siaran ku di radio. Papa mama kalah dengan hal yang satu ini. Mbah uti yang paling hafal jadwal siaranku. Ketika beliau akan pergi, malam harinya aku tiba-tiba saja sehabis mengaji ingin mengambil buku hafalan bacaan sholat yang ada di lemari kaca di rumah Kaliurang. Sesaat setelah aku berhasil mengambil buku itu, aku tiba-tiba saja ingin menguji hafalan bacaan sholat jenazah. Dan entah kenapa, aku membaca bacaan sholat jenazah untu jenazah perempuan. Tidak ada perasaan. 

Keesokaanya pukul setengah empat, papa mendapat telepon dari dokter yang merawat Mbah uti. Mbah uti wafat. Aku bingung saat itu, sesaat mengenang masa kecilku saat suatu malam aku berkata, "Besok pagi mau ada ramai-ramai apa, Bou? Opung perempuan mau punya hajat? Papa buruan datang dong!" dan ternyata keesokan harinya Opung perempuan ku meninggal. Yah, kalau pernah tau lagu firasat, mungkin sebatas itu tafsirku. Tapi aku tidak meminta, mengharap atau lain sebagainya. Aku justru takut sendiri kalau tiba-tiba aku bermimpi suatu keadaan duka yang mendalam.

Intinya, dengan segala kejadian itu aku justru semakin melihat bahwa kematian itu sesuatu yang pasti adanya. Seseorang pasti akan dipanggil pulang oleh Allah SWT. Kematian itu pasti dan seharusnya bukan menjadi persoalan. Yang sering kali membuat aku takut hingga menangis, apakah bekalku telah cukup. Aku takut, belum belum memasuki hari penentuan, sudah dapat siksa kubur dahulu. Naudzubillah. 

Ya Allah, bila Engkau perkenankan aku terlahir dari rahim ibuku, seorang muslimah yang taat, maka berilah hamba kekuatan untuk menjadi muslimah yang mampu terus berjalan di jalan yang Engkau ridhai. Jauhkanlah segala godaan dunia dan syaitan yang terkutuk dan jadikanlah hamba salah satu pengikut Nabi Muhammad SAW. dan semoga hamba tetap istiqamah menjalankan apa-apa yang telah menjadi wajib bagiku. Aamiin.

Lain kapal, lain pula dengan kisah sebelumnya. Entah ya, pagi-pagi tadi aku ingin sekali memperbaiki diri. Tahu tidak mengapa? "Laki-laki yang baik itu akan mendapatkan jodoh seorag wanita yang baik pula, dan begitu sebaliknya." Hem. Bagaimana aku bisa berjodoh dengan seorang pria yang terbaik bila aku tidak menyiapkan diri sebaik mungkin. Dan mana mungkin ada seorang pria terbaik yang memilih wanita yang tidak menata diri, hati, dan lisannya untuk jadi wanita terbaik bagi calon suaminya. Hem. Aku masih harus banyak-banyak memperbaiki diri. Melihat contoh kasus abang atau saudara jauhku lainnya serta contoh kasus lainnya, ya aku harus memperbaiki diri. Menjaga diri, hati, dan lisan menjadi penting agar tidak menjadi fitnah bagi diriku sendiri. Menjaga segala wajibku dan amalan sunnah lainnya. Hem, aku masih harus banyak berbenah. Belum lagi menjaga diriku sendiri seperti kesehatanku. Setidaknya, badanku kan amanah yang harus aku jaga sebagai salah satu anugerah yang diberikan Allah padaku. Haduh, aku masih harus berbenah, belajar, dan banyak lagi yang harus aku pelajari untuk menjadi individu yang lebih baik. InsyaAllah bisa. :-)

Untuk penutup, dalam khawatirku terhadap sesuatu yang belum aku ketahui, aku ingin minimkan rasa itu. Aku ingin tidak khawatir dan menjalaninya dengan biasa. Ada satu mimpi buruk yang masih cukup mengganggu pikiran dalam hidup nyataku. Tapi kalau diceritakan, bisa pamali. Aku tidak ingin hal itu terjadi. Aku maksud, setidaknya itu belum saatnya. Semoga ada kebaikan dan berkah yang datang. Bukan sebaliknya. Aamiin. :-D

- Anggi Siregar -

You Might Also Like

0 komentar

@anggsiregar

My Other Planet

www.delianisiregar.blogspot.com

Flickr Images