It's Like A Drama | Kisah Saat Koin Koin Menyelamatkan Anda

23.27

- 4 November 2012 -
     "Hati-hati ya, Nggi," pesan Sayekti saat saya perlahan meninggalkan pintu depan kosan dirinya dan beranjak pergi cepat-cepat dengan mengendarai Vario mata satu milik saya.


     Dalam hati, saya merasa bersyukur, hari ini diberikan keberkahan banyak cerita baik. Dan saat hati tengah gembira dan ingin segera sampai ke rumah tercinta, rasa dahaga menyerang. Saya tampaknya ingin membeli minuman dingin. Ingat uang di saku jaket HM saya masih ada tiga puluh ribu rupiah. Tapi entah mengapa, saya sangat malas untuk menepi sejenak. Saya terus mengendarai motor saya (yang notabene bannya kempes-menurut rekan saya sejak beberapa pekan lalu). 

     Saat saya tengah santai-santai mengendarai motor cantik saya ini, tiba-tiba di samping saya ada seorang bapak-bapak yang menyalip dan berteriak tepat di sebelah kanan saya.

     "Mbak, bannya yang belakang kempes.." dengan nada keras dan harmonisasi suara yang tidak kalah kencang dari desir angin.

     Dan saya pun berteriak dengan lantang dan perlahan agar jelas terdengar oleh bapak itu,"Oh i-ya ba-pak te-ri-ma-ka-sih."

     Saya berteriak dan mengucapkannya per suku kata. Yah, agar jelas terdengar. Awalnya, saya (masih) tidak berniat untuk berhenti dan hanya mengurangi kecepatan saya. Tiba-tiba di belokan dekat Sheraton Hotel, saya melihat kecelakaan sebuah mobil yang cukup parah, sebab merasa ngeri sendiri, saya memutuskan untuk menepi sebab saya melihat tempat tambal ban. Saya menepikan dan merapikan motor saya.

     "Ada apa, Mbak?" tanya salah seorang bapak di antara lima orang bapak yang duduk di depan sebuah toko kecil di tepi jalan.

     "Isi angin, Pak. Yang ban belakang ya, Pak."

     Si bapak, tanpa banyak bicara kemudian mengambil selang dan mengisikan angin ke ban saya. Berulang-ulang. Lebih dari satu kali.

     "Hem, Mbak sepertinya bannya bukan kempes tapi bocor deh," ujar Bapak yang merasa agak menyesal menyampaikannya kepada saya.

     "Oh yasudah, Pak ditambal saja. Tapi lama nggak ya Pak?" tanya saya tiba-tiba sambil melirik HP melihat jam yang muncul di layarnya.

     "Yah, nanti saya lihat dulu seberapa besar bocornya deh Mbak. Mbak duduk di sana saja ya."

     "Baiklah, Pak."

     Saya berjalan ke sebuah bangku dan duduk sambil melirik ke layar HP saya sesekali. Dalam otak saya saat itu, "Mungkin paling mahal kalau nambal sepuluh ribu kan ya. Yaudahlah, nggak bisa pulang juga kan kalau bannya nggak ditambal."

     Dan tiba-tiba terdengar suara bapak tambal ban yang tengah mencoba bersaing dengan suara-suara gaduh dari lalu lalang kendaraan,

     "Mbak, bannya bukan bocor tapi sobek," ujar Bapak sambil menunjukkan ban motorku yang tak serupa lagi dengan ban pada umumnya.

     "Ini sih 15 sentimeter, Mbak. Ganti ban baru saja ya, Mbak?"

     "Kalau ganti baru berapa ya, Pak?"

     "Tiga puluh lima ribu saja kok, Mbak."

     "Oh baiklah, Pak," jawab saya dengan berat hati sambil terus berpikir keras, mengingat-ingat apakah saya membawa uang atau tidak. Tapi kalau tidak saya iyakan pun, saya tetap tidak akan bisa pulang. Astaghfirullah. -_-a

     Voila, singkat cerita saya menemukan uang lima ribu rupiah di dalam kantong kecil di tas saya. Alhamdulillah. Karena ceritanya adalah ganti ban, otomatis ya sangat cepatlah prosesnya. Hem.

     Langsung sesudahnya saya sih la la la ye ye sendiri kan ya di jalan. Sungguh deh bahagia plong sekali saat motor itu enak banget rasanya pas dibawa. Hingga tiba-tiba saya berpikir, "Alhamdulillah tadi nggak jadi bener-bener bawa uang sepuluh ribu doang deh. Kalau toh cuma bawa uang sepuluh ribu, paling cuma untuk beli bensin... " Nah ini dia nih tiba-tiba terdengar backsound dari diri saya sendiri. Jeng jeng. BENSIN.

     Saya belum beli bensin. Mata saya segera melihat takaran bensin. Astaghfirullah, tinggal sedikit. Sudah di bawah garis merah. "Haduh gimana ini?" pikir saya tiba-tiba.

     "Bismillah. Bismillah. Ya Allah, lindungi hamba-Mu ini sampai di rumah," komat-kamit saya di sepanjang jalan.

     Di sepanjang jalan juga saya berpikir keras. Berapa sih uang saya. Berapa uang yang mungkin masih ada di selipan-selipan tas saya ya. Hem. Pada akhirnya, saya teringat akan koin-koin saya. Ya, tampaknya cukup banyak. Mungkin cukup. Tapi coba saya mampir ke ATM, siapa tahu Papa sudah mengirim uang saku saya. 

     Yah, di kiri jalan, saya berhasil menjumpai sebuah SPBU plus ATM BRI. Saya bergegas masuk ke dalam bilik ATM ber-AC itu dan melakukan transaksi. Naas, uang saya tidak memadai untuk diambil. Lalu bagaimana? Huaaa....

     Saya kemudian duduk (lesehan) di depan ATM dan motor saya, kemudian menjelajahi segala celah di tas dan kantong-kantong saya. Saya akhirnya pun mendapati empat koin lima ratus rupiah tujuh koin uang dua ratus rupiah dan enam koin seratus rupiah. Empat ribu rupiah total. Saya putuskan pasang wajah polos saya dan mengantri untuk membeli bensin.

     "Berapa, Mbak?"

     Saya menyodorkan uang receh saya, "Ini, Mas. Saya beli empat ribu."

     Wajah keheranan menyeruak, "Ini berapa, Mbak?" tangan si mas-mas spbu masih menadahi uang receh saya.

     "Empat ribu, Mas. Kalau mau beli satu liter, uang saya kurang lima ratus." 

     Dengan wajah cuek saya memandangi sekitar. Limit banget nih bensin yak -_-a. 

     Setelah diisi pun saya segera pergi. Memang tak sebegitu baik sih. Tapi alhamdulillah setidaknya sedikit di atas garis merah paling bawah.

     Bla bla bla. Saya akhirnya tiba di rumah. Alhamdulillah. Pukul sepuluh malam. Hem. Sempat saya terpikir tidak bisa pulang, dan papa mungkin nggak mau jemput. Haduh. Tapi ya Alhamdulillah nih buktinya saya bisa nulis ini sebab kini saya ada di rumah. Ha ha ha. 

*Sensasi sempat nge-leseh bebas di depan mesin ATM di pom bensin, pasang WATADOS, dan CUEK ABIS. wkwk. Lain kali nggak cuek-cuek lagi lah sama keadaan. Nggak lagi-lagi juga deh untuk betah jadi orang yang lupaan. Menyiksa diri sendiri. -_-a 

Selamat malam Indonesia. 
Koin-koin seringkali menyelamatkan anda di saat-saat tak terduga. Jangan sepelekan hal-hal yang kecil ya. :-)

- Anggi Siregar -

You Might Also Like

0 komentar

@anggsiregar

My Other Planet

www.delianisiregar.blogspot.com

Flickr Images