Rabu dan Pertemuan di Simpang Pemikiran

23.10


- 14 November 2012 -

     It is great Wednesday. Pada dasarnya, semua hari adalah sama, yakni hari-hari yang baik bagi siapa saja yang mensyukurinya. Sama saja seperti hari Rabu, Selasa, Kamis, dan/atau lainnya. Tapi, yang membuat saya benar-benar mencintai hari Rabu adalah datangnya ide-ide dan ledakan ragam teori di otak saya. Tantangan-tangan yang selalu muncul memenuhi otak saya saat dan setelah Pak Bobby (Prof Bakti Setiawan), dosen saya sekaligus Ketua Jurusan Arsitektur dan Perencanaan UGM, mengisi beberapa menit saja dalam mata kuliah Permasalahan Pembangunan.




Sumber: http://indocementawards.com/?module=juries&pid=14 dan
http://www.comediansandspeakers.com/wp-content/uploads/robert_kiyosaki.jpg
     Entah mengapa. Ide-ide saya, pemikiran-pemikiran saya, dan keinginan-keinginan saya seolah-olah membuncah untuk keluar dan menjadikannya nyata. Yang berulang-ulang muncul dalam tiap kali Rabu menjelma adalah IYA! Sudah lebih dari sedikit kata yang saya coba gunakan untuk menjabarkan Indonesia Youth in Action. Tapi mungkin anda akan jenuh bila saya melulu menceritakan IYA yang belum juga re-launch (sabar ya kakak....) Ha ha. Oleh sebab itu, saya putuskan akan menceritakan detail pemikiran yang 'ujug-ujug' muncul dalam otak saya.


     Mula-mula Pak Boby membuka hari saya (dan otak saya) dengan review materi minggu lalu utamanya bagian yang ini "Bahwa 20% orang di dunia menguasai 80% uang di dunia dan 80% orang di dunia memperebutkan bagian 20% uang di dunia. Begitu pula dengan akses terhadap sumber daya alam." Lalu yang berulang muncul dalam otak saya adalah pernyataan Robert Kiyosaki dalam bukunya, Rich Dad Poor Dad for Teens yang telah selesai saya baca ketika SMP lalu. Bagaimana kalimatnya?

     Kurang lebihnya, disampaikan oleh Kiyosaki bahwa 50% uang di dunia ini dikuasai oleh seorang saja di dunia ini. Dan bila kita mengibaratkan suatu kondisi dimana saat itu kita membagi seluruh uang di dunia secara rata dan sama jumlahnya kepada tiap masing-masing orang di dunia, maka uang itu akan kembali lagi dalam persentase yang sama. Salah satu hal yang saya ingat betul mengapa bisa begitu adalah pola pikir serta pola konsumsi yang berbeda yang telah mengakar pada tiap-tiap orang di dunia. Ironis.

     Perjalanan eksplorasi pemikiran saya terus dituntun untuk perlahan keluar dari raga saya yang telah lama saya diamkan. Sebab orang lain tak peduli kepadanya. Well, kali keduanya Pak Bobby membahas tentang sebuah pabrik air minum yang menguasai sekitar 50-60 % pangsa konsumen air minum di Indonesia. Salah satu perusahan (pabriknya) ada di Klaten dan gagah besar mengakar di sebuah Desa Ponggok (you know what lah ya). Masalah tentang perusahaan itu sudah cukup lama membuat gerah sebenarnya. Tidak hanya saya, namun juga warga setempat. Saya kutip pernyataan rekan ayah saya yang merupakan staf di Kementrian Lingkungan Hidup, bahwa perusahaan tersebut melanggar beberapa poin AMDAL, namun saja izin tetap di kantong. Sementara itu, dengan santainya ia 'mengobok-obok' sumber air purba yang kami miliki dengan memberi kompensasi yang entah pantas tidak sebegitu jumlahnya. Tak berapa lama, perusahaan air itu berdiri, tiba-tiba saja kemudian desa-desa kami yang kaya akan air bersih, tiba-tiba mengajukan proposal permohonan bantuan penyaluran air bersih (WHAT?!). 

     Daripada ini halaman blog terbakar emosi, berlanjut saja kita ke kisah berikutnya. Toh, lain waktu bisa kita bahas sendiri secara mendetail persoalan itu. Selanjutnya, yang dibahas adalah persoalan perusahaan dan pembangunan yang ambil peran dalam kerusakan lingkungan. Nah lo. Sampai ke pembahasan ini, tiba-tiba saya teringat dengan CSR (corporate social responsibility). Kemana larinya uang-uang CSR perusahaan yang digadang-gadang akan mampu menyelamatkan ekonomi pembangunan dan berupa bentuk pertanggungjawaban perusahaan terhadap ragam bidang lain. Lingkungan, Edukasi dan masih banyak lagi.

     Rabu ini adalah semacam bagian hari lain dalam satu minggu ini dimana aku dan beberapa kawan perempuanku tengah membayangkan masa depan kami. Yah, calon istri dan ibu. Itu pandangan jauh ke depan sih. Tapi itu penting. Bagaimana kami terus memperbaiki diri untuk mendapatkan calon suami yang baik juga. Hem. Namun, di gambaran yang paling ideal bagi kami tersebut, kemudian muncul pertanyaan-pertanyaan yang seringkali tak mudah dijawab oleh seorang wanita. Saya sendiri masih terus belajar sambil memaknai pertanyaan tersebut. Mencoba untuk tidak termakan emosi belaka. Tapi yah itu, kami saat ini benar-benar sedang (entah mengapa) sering membahas topik ini. Yah, mungkin karena memang ini hampir memasuki masanya. Haha.

     Rabu. Rabu akan selalu menjadi Rabu sebagaimana Rabu itu bisa menjadi Rabu. Aku hanya menjalaninya sebagaimana aku merasa bahwa aku harus mensyukruinya. Alhamdulillah masih bisa merasakan Hari Rabu.

     Bye Wednesday. Hello Thursday! 

- Anggi Siregar -

You Might Also Like

0 komentar

@anggsiregar

My Other Planet

www.delianisiregar.blogspot.com

Flickr Images