[IDVolunteering] Karena Aku Hidup
16.20
“Semua orang diberikan nikmat hidup
tentu dengan maksud. Karena setiap orang diberikan otak dan hati pun pasti
dengan maksud. Tidak hanya kamu di dunia ini yang bisa begini dan begitu, maka
berbagilah. Karena itu semua perkara waktu. Bila kamu berbagi, maka akan ada secara
ajaib satu atau dua tangan baru merangkulmu. Mengajarimu banyak kemampuan
selain begini dan begitu. Karena kamu hidup dan semua hanya perkara waktu.” –
Syamsul Bachri Siregar
Saat itu usiaku masih tiga belas
tahun, aku masih seorang gadis kurus berkulit hitam yang sedang sibuk-sibuknya
berjibaku dengan kegiatan ala anak putih biru. Kegiatan paskibra, palang merah
remaja, kelompok vokal, jurnalistik, pembawa acara, perwakilan sekolah dalam
ragam lomba, dan lain sebagainya masih aku geluti saat itu. Sampai di akhir
masa aku duduk di kelas 8, aku meresapi makna dari hidup. Apa manfaat dari aku
hidup? Apakah dunia akan berbeda bila aku tidak ada? Ataukah semua akan biasa
saja? Siapa yang akan mengenangku dan apa kebanggaan orang tuaku? Cukupkah dengan
pujian atau piala dan setumpuk piagam kenangan yang kalau ada bencana
kebakaran, semua akan musnah tak bersisa?
Allah yang benar-benar mampu
membolak-balikkan hati. Akhirnya pada tahun 2008, aku memulai langkah untuk mengenal
kegiatan sukarela. Didorong dengan kalimat papaku, secuil modal nekat
serta ingatan akan sepenggal mimpi kekanakanku untuk menaklukkan dunia, aku
mulai mengarungi samudera.
Tahun 2008, aku mulai kegiatan
sukarela yang bermaksud untuk membuka akses teman-teman yang tak seberuntung
diriku terhadap mimpi mereka. Kunamai kegiatan ini “Teen’s Area” sebab aku
ingin ini menjadi wadah bagi rekan seusiaku untuk mengenal mimpi mereka dari
pakar. Awalnya 10 (sepuluh) orang tertarik dan kemudian berkembang menjadi 50
(lima puluh) orang tertarik untuk bergabung belajar melalui blog ataupun mailing list. Aku cukup senang mampu mengundang
orang baik lain seperti Kak Selly Keizer (penulis), Kak Ollie (penulis), Pak
Djoko Susilo (Dubes, saat itu), dan juga Pak Fanny Habibie (Dubes, saat itu)
untuk berbagi dan berhasil memotivasi sebagian orang yang bergabung dalam
lingkar “Teen’s Area”.
Tahun berganti tahun, metode sukarela
ini belum mendorong adanya relawan atau kegiatan sukarela yang dimulai oleh
orang baru. Pola pikir kegiatan bersukarela dan/atau menjadi relawan di otakku
pun berkembang. Aku ingin lebih banyak orang menjadi relawan atau memulai
tindakan kecil sukarela untuk orang lain di sekitarnya. Aku pernah menggalang
kegiatan menabung 100 rupiah setiap hari untuk satu orang dengan harapan
membuat dunia lebih baik. Namun, mimpiku cepat tumbuh besar dan menekan
lahirnya ide baru.
Pada tahun 2011, akhirnya aku
merintis IYA (Indonesia Youth in Action). Saat itu, aku sudah duduk di kelas
12. Mimpi dari IYA sudah lebih besar dari Teen’s Area tentunya. Kali ini aku ingin
‘mengompori’ orang lain untuk bersukarela atau menjadi relawan. Konsepnya mudah,
menjadi relawan dalam kegiatan IYA, atau menjadi relawan bagi lingkungan
sekitarnya.
Kelas Menjahit di SLB B YAAT Klaten bersama IYA |
Kelas Boneka Jari di YKAK Jogja bersama IYA |
Cinta itu mengalir seiring dengan
aku menjalani IYA dan hidup sebagai relawan. Lepas Januari 2013, IYA menyeretku
jauh lebih dalam dari perasaan cinta atas kegiatan sukarela ini. Kali ini
muncullah kasih. Aku belajar mengasihi teman-teman baruku baik relawan maupun
peserta didik. Aku mensyukuri nikmat dari dapat berbahasa isyarat yang
diajarkan peserta didik kami yang tuli. Aku juga dibenturkan pada cara menatap
dunia bukan dengan mata melainkan hati oleh peserta didik tuna netra kami. Aku
hidup dalam kubangan penuh kasih orang-orang baik yang juga mulai bergerak
bersama untuk bersukarela.
Ajaib! Di luar dugaan, begitu
banyak orang yang ingin terlibat dan bersatu untuk membantu satu sama lain
serta merasakan keajaiban kasih ini.
Entah bagaimana, kisah ini belum
berakhir. Selagi aku masih mendayung perahu IYA, aku dipertemukan dengan perahu
lain yang bernama Komunitas Taufan yang dinahkodai oleh Ibu Yanie. Seorang
wanita tangguh dengan ketulusan luar biasa. Cinta, kasih, dan tulus. Aku hidup
kembali dan belajar bagaimana mensyukuri nikmat hidup dari adik-adik hebat yang
hidup bersama kanker. Bagaimana senyum itu tetap terkembang meski sesak dada
menahan haru atas ketakutan akan akhir kehidupan.
Hidup bersama ketulusan dan cinta
relawan lain yang aku jumpai di Komunitas Taufan pun menjadikan aku mensyukuri
alur hidupku. Terombang-ambing sedikit di tengah kami menjelajahi samudera ini
pun tak menjadi apa. Tatkala nanti perompak datang atau pun kapal kami mesti
karam di tengah laut pun tak mengapa. Tak gentar kami hadapi akhir sebab sudah
jauh kami bersenang-senang dan melakukan ini dengan suka rela. Tak ada yang
kami harapkan selain menjadi berguna. Sebab inilah cara menjalani hidup bagi
kami atau paling tidak bagiku. Menjadi relawan adalah cara aku menikmati apa
yang disebut hidup.
Mendongeng bersama adik dan volunteer Komunitas Taufan |
Kematian itu pasti. Maka inilah caraku
menikmati waktu yang sebentar selagi aku hidup.
Untuk menutup sedikit kisahku ini,
ada mungkin pertanyaan yang sebaiknya kalian tanyakan pada diri kalian sendiri
sebelum memutuskan menjadi relawan atau sekedar berbuat sukarela atas hal kecil
yang kalian bisa.
“Sudahkah aku hidup? Dan sudahkah
aku hidup bagi hidup orang lain?”
Sebab gajah mati meninggalkan
gading dan harimau mati meninggalkan belang.
Relawan lain yang turut membangun mimpi |
Relawan tuli yang juga turut mengisi kelas mimpi |
- Anggi Siregar -
1 komentar
Casino Site Review - Lucky Club Live
BalasHapusCasino site review 2021 ▶️ Learn more about Casino Site As well as a lot of games, the site also has luckyclub.live a number of different online casino options including slots, table games,