Yang Menjaga Nyalanya Bersama

23.36

Selamat hari Selasa. Selasa kali ini sungguh spesial bagiku. Selasa mengingatkanku pada sebuah pembelajaran besar yang diajarkan oleh kedua orang tuaku yakni:

"Pernikahan itu adalah proses berjuang bersama-sama. Tumbuh dan menua bersama. Tentang kompromi."

Janganlah mengira bahwa keluargaku sedari dahulu begini. Janganlah mengira bahwa pernikahan kedua orang tuaku teramat sangat sempurna tanpa pernah ada gejolak. Janganlah mengira kami demikian. 




Papa dan Mama adalah layaknya pasangan yang lain. Pasang surut dalam pernikahan pun terjadi. Intrik dan drama pun pernah jua menyambangi. Namun, keluarga kami bisa seperti ini sekarang karena memang Papa dan Mama saling mau mengalah. Bermusyawarah dan mau berjuang bersama untuk menjaga nyalanya tetap ada. 


Aku sendiri baru tau perihal urusan ups dan downs ini setelah aku kuliah. Saat aku pulang ke rumah, Mama barulah bercerita tentang fakta-fakta di keluarga kami yang tak pernah aku ketahui semenjak aku kecil. 

Bukan Papa yang berjuang seorang. Mama pun demikian. 


Mama dan Papa memutuskan membangun rumah tangga di saat ekonomi Papa dan Mama belum stabil. Pekerjaan Papa belum sebaik sekarang. Jangankan harta benda barang sekunder atau tersier, saat itu, rumah tangga itu dimulai tanpa rumah. Yak, sampai usiaku 3 tahun, kami memang tak memiliki rumah. Kami 'dipinjami' rumah saat itu. 

Di tengah isu ekonomi, Papa dan Mama memupuk cinta lebih kuat. Cinta dan saling percaya ini lah yang pada akhirnya memperkuat raga dan mental untuk mencapai kesempurnaan. 

Saat aku dilahirkan, nol rupiah tabungan Mama yang tersisa. Cerita berjuang mati-matian berulang dari awal kembali. 

Papa dan Mama hampir melakukan dua atau lebih pekerjaan sehingga mampu menaklukkan tantangan ekonomi itu. 

Papa dan Mama bekerja kantoran. Tapi tak hanya itu, sewaktu kecil ku pun sempat terlibat dalam 'fase pendewasaan' itu. Mulai dari berjualan burger, es kacang hijau, legen, baju, dagadu, model, dan masih banyak lagi pernah kami lakoni. Meskipun demikian upaya Papa dan Mama dari pagi ke pagi, aku tak pernah merasa kekurangan. Serius. Kasih sayang mereka prima. Tiap akhir pekan kami berjalan-jalan 'family time'. Susu yang aku minum adalah susu terbaik (saat itu). Sekolahku adalah sekolah nomor 1. 

"Perjuangan pagi ke pagi ini akan terbayar asal anak-anak bahagia dengan segala yang terbaik," begitu kata Papa. (#nyessss) 


Dalam persoalan ekonomi ini, Papa dan Mama berjuang sama kerasnya. Dulu sewaktu kecil, di hari biasa aku jarang bisa melihat Papa. Sejak dulu Papa yang laju Klaten-Jogja setiap hari, membuat aku sulit bertemu. Trik yang sengaja aku lakukan adalah berusaha tidur di sofa biar bisa diangkat atau digendong dipindahkan Papa ke kamar. Tapi itulah mengapa aku menyukai Hari Sabtu sedari dulu. Sabtu bagiku adalah hari bersama Papa. Karena Papa Hari Sabtu libur, maka kami dapat beraktivitas bersama. 

Sementara Mama, Senin-Jumat adalah hari bersama Mama. Mama adalah manager saat aku menjadi model. She told me everything about attitude. Pulang dari kantor, kita ngelaju ke Solo untuk modelling. Mau itu lomba mau itu pemotretan, mayoritas dilakukan di Solo. Naik bis kita berangkat jam 5, lalu pulang setelah show bisa jam 2 malam. Jam 8 pagi, Mama masuk kantor. 


Pasti ada lelahnya. Tapi tak sekalipun waktu itu aku mendengar mereka mengeluh. Tak pernah.

Melihat pernikahan Papa dan Mama, adalah suatu paket lengkap bagiku. Kami telah ditempa dengan perkara sulit, Papa dan Mama adalah pasangan yang komplit. Mereka tercipta saling melengkapi.


Papa mulanya bukanlah pribadi yang sempurna. Perihal agama, Papa justru semakin baik dan berubah jadi imam yang lebih baik dari hari ke hari. Ini semua karena Mama. Latar belakang Mama lahir di lingkungan yang religius, membuat Mama dapat memberi dorongan positif bagi Papa pada akhirnya.


Mama dari hari ke hari menjadi Ibu yang berusaha tak kolot dan belajar mendengar. Perihal ini karena Papa. Papa terbiasa bekerja keras (terutama sejak Pabrik Ompung jatuh bangkrut) dan jadi orang yang demokratis dan banyak mendengar adik-adiknya. Ya meskipun ada kurangnya, tapi Mama memang tak menjadi se pemaksa dulu. Ha ha. 

Pengaruh mereka bagiku sangatlah besar. Papa yang memasang elemen kecerdasan, kebijaksanaan, sosial, dan kreativitas. Sementara Mama adalah arsitek perihal kekuatan (termasuk ketabahan), norma kesopanan (termasuk pembawaan diri), penampilan, dan 'menjadi perempuan'. 

Papa mengajarkan aku untuk mandiri, dapat menjadi contoh, dan dapat diandalkan. Sementara itu, Mama mengajarkan aku untuk dapat menjadi kekuatan di balik pasangan tanpa perlu menunjukkannya. 

Banyak sekali cerita tentang keluarga aku dan bagaimana tentang Papa dan Mama selama 24 tahun ini. 

Papa dan Mama memang selalu menunjukkan kepadaku bahwa dalam pernikahan itu ada beberapa kata kunci, yakni:
1. Proses
2. Kompromi
3. Bersama

Bersyukur bahwa 24 tahun Papa dan Mama bersama, mereka tak lelah untuk melakukan ketiga hal itu. Doakan saja Anggi dan Hasian dapat mengambil pembelajaran dari tiap fase yang kita hadapi bersama. Semoga demikian kami punya kekuatan untuk membangun keluarga kecil kami masing masing nantinya dengan kebaikan yang sama atau bahkan jauh lebih baik lagi. Aamiin Ya Rabb.

Allahummaghfirli waliwalidayya, warhamhuma kamaa rabbayaani soghira.

- Anggi Siregar -

You Might Also Like

1 komentar

  1. kangen om tante :3 salam buat keluarga yaa Nggi <3
    sehat sehat om tante

    BalasHapus

@anggsiregar

My Other Planet

www.delianisiregar.blogspot.com

Flickr Images