Kalut

16.27

"Ini adalah satu-satunya cara kamu bisa jadi pejabat. Sukses."

***

Setelah lama tak menulis, ada sekiranya kisah yang silih berganti. Biru kembali diuji Mimpi. Tuan Besar sudah pasti pulang. Nyonya gelisah sudah mencuat di permukaan. Nyonya ambisi sudah membolak balikkan badan pertanda akan bangun. Kalau kalian bertanya dimana tamu kita? Hem... begini. 

Ia menyendiri dan tengah membangun bentengnya sendiri. Tuan cinta mengakrabi semua penghuni rumah ini, tapi yang aku tau dia masih enggan menjadi tokoh utama sekarang.
***


Aku masih dapat mendengar kicau burung. Aku bersyukur diberi tambahan waktu untuk menghirup udara. Belakangan, aku memutuskan meninggalkan yang dikata orang tepian Siberian, pusat segala kebahagiaan. Tapi jangan salah sangka. Cerita ini tak akan lagi menarik kembali kalian pada rentetan perjuangan awak kapal di tengah ganasnya ombak lautan. Aku tak berniat kembali mengakrabi lautan. Aku takut kalau kembali menjumpai Bulan, si awak kapal. 

Nasib baik aku tak jua bertemu Kapten Hook. Sosok yang masih belum dapat aku pahami apakah memang ada atau tidak. Yang jelas, auranya kadang masih membuatku bergidik. Bukan karena takut, tapi saat ini aku yang tersesat ini masih sendiri. Awak kapal yang lain entah ada dimana. Masing-masing. Kalau kalian mencari Sang Nahkoda. Coba tanyakan pada tiap debur ombak di lautan. Mungkin mereka lebih tau daripada aku saat ini.

Ketimbang menyisir tepian, aku lebih memilih berjalan memasuki jenggala gelap itu. Tak ada pertanda bahaya. Eits, mungkin sebelum orang membuat tanda bahaya, mereka sudah habis dilumat si penunggu jenggala. 

***
Mimpi memasang ancang-ancang untuk berjalan cepat. Biru memasang ancang-ancang untuk berlari. Biru sungguh tak boleh melepaskan genggam Mimpi pun Mimpi harusnya tau diri. 

Pagi itu tak terlalu pagi. Matahari sudah bermain manja di pangkuan langit. Biru masih akrab bercengkrama denganku sementara Mimpi tengah mengamati tuan tamu, Cinta. Entah mengapa. Nona Gelisah tampak tengah duduk tenang di antara ruang tidur Tuan Tamu dan Nyonya Ambisi. Sungguh tak ada gejolak di rumah ini. 

Hingga matahari manja diusir paksa Sir Colombus. Dia dan rekannya mendepak paksa matahari. Ia turunkan hujan sederas derasnya. Tak hanya mengguyur deras rumah kami, tapi ia bahkan membawa serta teman akrabnya El Nino. Sir Colombus pun Paman El Nino seketika mengubah suasana. Menggemparkan seisi rumah. Nona Gelisah bangkit, berteriak dan naik ke permukaan. Mimpi memasang ancang-ancang berjalan cepat. Biru segera menghampiri dan mengambil ancang-ancang berlari. Nyonya Ambisi sudah hampir bangun dan tahukah kamu bahwa ada petaka lebih besar lagi.
Surat Tuan Idealisme baru saja diterima. Ia sudah pasti pulang dan segera. Segera. 

Aku ketar ketir. Rumah sudah mulai berantakan meski tak porak poranda. Aku harap tak demikian. Semoga saja tidak.
***

You Might Also Like

1 komentar

  1. Perkenalkan, saya dari tim kumpulbagi. Saya ingin tau, apakah kiranya anda berencana untuk mengoleksi files menggunakan hosting yang baru?
    Jika ya, silahkan kunjungi website ini www.kbagi.com untuk info selengkapnya.

    Di sana anda bisa dengan bebas share dan mendowload foto-foto keluarga dan trip, music, video, filem dll dalam jumlah dan waktu yang tidak terbatas, setelah registrasi terlebih dahulu. Gratis :)

    BalasHapus

@anggsiregar

My Other Planet

www.delianisiregar.blogspot.com

Flickr Images