Eskalator?

19.38

- 26 Oktober 2012 -

sumber: http://baltyra.com/wp-content/uploads/2010/04/ES.jpg
     Seorang sahabat saya pernah datang menghampiri saya. Alkisah, ia sedang gundah gulana menghadapi suatu persoalan. Singkat kata, permasalahan ini justru timbul sebab ia menyadari sebuah kesalahan besar yang telah ia lakukan. Ia menyadari tindakannya yang ia lakukan saat ini sedang tidak berada di tempat yang sesuai dengan nilai kebenaran yang diajarkan kepadanya. Lalu?


     Yah, ia meminta saran apa yang harus ia lakukan. Sekarang coba anda bayangkan bila seorang sahabat baik anda mendatangi anda dan melakukan hal yang serupa. Hal yang pasti anda lakukan atau mungkin anda sarankan pasti adalah menyuruh sahabat anda atau setidaknya memintanya dengan halus agar menghentikan kegiatannya tersebut, menghentikan kesalahannya dan mencegah melakukan kesalahan yang sama berulang-ulang. Ya, saya juga langsung saja meminta ia melakukan hal tersebut. 

     "TAPI ITU SEMUA NGGAK GAMPANG, nggi!" jawabnya singkat. Bila semua hal di dunia ini mudah, tak ada seorang pun yang memiliki keimanan atau kepercayaan tertentu, sebab kebanyakan orang memang suka menggampangkan sesuatu bukan -_-". 

     Yah memang nggak segampang membalikkan telapak tangan, tapi juga tidak sesulit memindahkan Puncak Jaya Wijaya ke Merapi (wiih nggak mungkin juga). But believe me, mudah atau tidaknya, itu kita semua yang buat. Kita yang memilih, kita yang menciptkan kondisinya dan bagaimana kekuatan kita untuk menerjangnya.

     Suatu kebenaran yang ia yakini toh saat ini juga berkaitan dengan kepercayaan yang ia imani, jadi mengapa tidak segera berubah? Jawab sahabat saya tersebut, masih butuh waktu. 

     Oke, dia mulai menarik saya membahas persoalan waktu. Bila kini ia diumpamakan, ia kini seolah sedang menaiki sebuah eskalator turun, sementara ia berjalan naik. Dari waktu ke waktu (dengan cepat), ia memiliki kesadaran untuk naik ke atas (sebab kesadaran yang ia miliki). Namun karena ia terus mengulur waktu dengan mengatakan bahwa ini adalah perkara yang sulit, ia sama sekali tidak bergerak untuk melawan arah dari eskalator. Dan pada akhirnya, ia hanya akan terseret makin ke bawah dan menghilang dalam rasa sakit sebab anak tangga eskalator (dimana ia berdiri) sudah membawanya ke jeruji mesin yang menjepit tubuhnya ke bawah. (agak horor apalagi kalau terbayang cuplikan film final destination-eskalator; tali sepatu).

     Nah, sahabatku daripada engkau terus berkutat pada rasa penyesalan, satu aksi (tindakan nyata) saja sudah cukup membuat engkau naik terus dan terus sehingga tidak terbawa jauh ke bawah. Sebuah hadist yang dikutipkan oleh seorang teman saya, "Allah SWT akan memberikan jalan keluar kepada seseorang hamba jika ia mau menerima ilmu." (Umar bin Abdul Aziz)

     Berarti jangan habiskan waktu untuk terus terjebak. Apa lagi Allah sudah kasih jalan keluar dari masalahmu :-) Semangatlah, semua persoalan itu pasti ada penyelesaiannya. :-)

- Anggi Siregar -

You Might Also Like

0 komentar

@anggsiregar

My Other Planet

www.delianisiregar.blogspot.com

Flickr Images