Guru dan Spirit Edukasi Mencerdaskan Bangsa

22.36

- 23 Oktober 2012 -


     Kegiatan perkuliahan tentang House Need dan House Demand pada hari Senin, 22 Oktober lalu, memberikan nuansa pemutaran memori saat aku masih tengah sibuk-sibuknya memikirkan hubungan antara guru dan murid.


     "Kebutuhan pokok manusia saat ini tidak hanya terbatas kepada papan, sandang, dan pangan saja. Menurut deklarasi PPB, kebutuhan pokok manusia saat ini adalah:
1. Pangan
2. Sandang
3. Papan
4. Pendidikan
5. Kesehatan
6. Rekreasi ......"

     Sesaat terlontar kalimat tersebut, langsung saja terputar pengalaman pembelajaran dari pendidikan. Yah, memang cocok benar bila saat ini Pendidikan menjadi kebutuhan pokok bagi tiap insan manusia. Pada dasarnya, pendidikan (dalam arti luas) mampu memberikan efek 'naik kelas' bagi bangsa Indonesia sendiri. Well understanding mengenai beragam kondisi dan keadaan yang disebabkan ilmu dan/atau pengetahuan yang dimiliki juga memiliki peran signifikan yang mempengaruhi tingkat stabilitas nasional.

     Beberapa lalu saat aku diberikan kesempatan berpartisipasi dalam Parlemen Remaja 2010, dan saat aku dipercaya untuk menjadi Menteri Pendidikan (berperan sebagai), rasa-rasanya aku adalah orang yang benar-benar bertanggung jawab dalam wujud riil pembangunan manusia Indonesia melalui pendidikan. Mula-mula aku menjadi sangat bangga menjadi Menteri Pendidikan. Aku pikir aku akan ke sana kemari bepergian hanya untuk satu misi yakni mencerdaskan anak bangsa, namun tidak. Faktanya, peran menteri yang aku mainkan adalah suatu masa perjuangan menyusun PAGU tahun anggaran 2011. Pikirku saat itu, "Ini semua masih dalam rangka mencerdaskan anak bangsa kok."

     Yah, rasa optimistisku saat itu masih didukung benar saat aku membaca halaman pertama handout yang aku pegang.
"Anggaran pendidikan sekurang-kurangnya adalah 20 persen dari APBN."

     Namun, optimistis itu runtuh seketika saat aku mulai membaca satu per satu halaman sebelum sidang dengan "Komisi X" dimulai. Ternyata pendidikan yang dimaksud tersebut adalah pendidikan secara umum. Mayoritas anggaran dana tersebut justru masuk ke dalam Kementrian Agama yang dianggap sebagai salah satu cabang penyuksesi terjadinya "pendidikan". 

     Lebih mirisnya lagi, sedikit dana yang masuk ke dalam Dinas Pendidikan, lebih dari lima puluh persennya habis untuk gaji pegawai (guru). Lalu dana untuk infrastruktur pendidikan? Dana untuk fasilitas pendidikan riil manusia Indonesia?

   Untuk menjawab pertanyaan tersebut, butuh lebih dari seorang pahlawan untuk benar-benar mencerdaskan bangsa. Mulai sejak saat itu sampai dengan hari ini, aku memegang teguh pendapat bahwa kita tidak boleh benar-benar bergantung kepada satu hal. Dalam hal ini menggantungkan seluruh nasib anak bangsa dan/atau kecerdasan bangsa tersebut kepada negara saja. Meskipun hal tersebut menjadi salah satu bagian kewajiban negara dan juga sebagai salah satu tujuan Negara Republik Indonesia (mencerdaskan kehidupan bangsa).

     Pahlawan? Tentu saja pahlawan. Butuh orang-orang yang lebih memaknai kata pahlawan sebagai kata yang tercipta dari pahalawan. Pahalawan, orang yang menitikberatkan kegiatan yang ia lakukan sebagai sebuah pengabdian yang merujuk kepada penerimaan pahala bukan materi semata. Lebih melihat kepada nilai-nilai kemanfaatan bagi sekitar ketimbang nilai-nilai material yang bisa ia kantongi. 

     Lalu siapa pahlawan itu? Ia mungkin adalah generasi kesekian dari bapak Oemar Bakri. Yah, pionir pahlawan ini adalah para guru. Belum seluruhnya memang yang benar-benar menjadi pahlawan ini. Namun juga tidak dapat diartikan tidak ada. Banyak agen-agen perubahan ini yang menawarkan ragam metode pendidikan yang benar-benar mencerdaskan, atau beberapa lagi yang rela dibayarkan sekarung beras untuk makan sebagai upah mengajar bulanan mereka, atau bahkan ada lagi yang justru tak digaji namun memberi pelayanan optimum sampai-sampai memodali anak-anak untuk belajar. Ini adalah contoh kecil pahlawan yang melakukan pergerakan riil dalam rangka mencerdaskan bangsa.

     Bapak, Ibu guru yang saya cintai, saya tak lebih dari seorang anak yang ingin melihat kawan-kawan saya tumbuh dan menjadi cerdas seperti para pemimpin luhur kami. Maka mengadopsi semangat untuk mencerdaskan bangsa, kami rela membantu perjuangan para bapak dan ibu para pahlawan pendidikan.

     Bagi kami, para pejuang yang mengimpikan Indonesia yang jauh lebih baik, bila sistem kita tak mampu kita perjuangkan kembali sebab kita jumpai deadlock di dalamnya, maka perlu usaha keras dari luar untuk mencari celah dalam rangka mencapai cita-cita nan luhur. Guru, anda bukanlah orang yang hanya akan membagi ilmu yang anda kuasai, namun juga sebagai motivator dan pembagi semangat dalam mencapai kecerdasan bangsa. 

     Selamat malam Indonesia, 

- Anggi Siregar (a.k.a Deliani Poetriayu Siregar) -


You Might Also Like

0 komentar

@anggsiregar

My Other Planet

www.delianisiregar.blogspot.com

Flickr Images