U-Turn: Sebundel Emosi
23.04
Judul Novel : U-Turn
Judul Resensi Novel :
U-Turn Sebundel Emosi
Pengarang :
Nadya Prayudhi
Penerbit :
PlotPoint Publishing
Tahun Terbit :
April 2013
Jumlah Halaman :
iv + 233 halaman
U-Turn ini adalah sebuah karya dari Nadya Prayudhi yang
bercerita mengenai sebuah kisah yang saling bersangkut paut di antara tokohnya.
Dengan setting cerita yang cukup beragam, Nadya cukup sukses membenamkan
bayangan masing-masing setting cerita itu di otak pembaca. Novel ini sekilas
bercerita tentang kisah drama cinta biasa antara Karin dan Bre (Bram). Tapi,
mulai dari bab kedua dan selanjutnya pembaca seolah dijanjikan tidak akan
mendapatkan suguhan yang sama dengan novel-novel percintaan lainnya.
Keberhasilan penulis dalam novel ini adalah mampu merangkum
semua emosi yang ditunjukkan oleh masing-masing karakter. Ragam emosi yang
ditunjukkan oleh Karin dapat terekam dengan baik melalui rangkaian kata dalam
novel ini. Seolah tak cukup membeberkan cerita dari sudut pandang Karin sebagai
tokoh utama, penulis bahkan sempat menjelma menjadi Bre. Dalam beberapa bagian dijelmaan
penulis saat menjadi Bre, terungkap beberapa sudut pandang lain tentang
penokohan Karin.
Cerita yang dimulai dengan konflik batin Karin atas
keputusan sepihak Bre, mulanya akan membenturkan pembaca pada rasa penasaran
yang begitu besar. Penasaran pembaca yang seolah tertangkap oleh penulis
dilanjutkan dengan menuliskan tiap bab alur cerita yang maju mundur. Beberapa
adalah kisah flashback dari kehidupan
Karin dan Bre di bagian lainnya justru alur maju tentang kehidupan Karin dan
Bre.
Munculnya tokoh Abi, Zara, Chuan, Kallista, Chris, Marisa
(Icha, seorang psikiater) juga tidak bisa dianggap tokoh yang diciptakan ala
kadarnya guna memenuhi kebutuhan cerita penulis. Secara sukses pula, tokoh-tokoh
ini diciptakan kental dan terasa mampu memainkan emosi pembaca. Tokoh Abi dan
Zara cukup mampu menguras emosi bagi pembaca. Tokoh Chuan juga cukup menarik
perhatian dan sekaligus mengambil peran yang mampu memainkan hati pembaca yang
mungkin melebur dengan perasaan Karin saat dihadapkan dengan tokoh tersebut.
Selain kekuatan dalam memaparkan rangkaian emosi dan
ketahanan dalam memelihara emosi pembaca, penulis juga cukup berhasil dalam
menyimpan rahasia-rahasia yang terhubung dari bab satu ke bab yang lainnya.
Keberhasilan yang cukup memukau adalah ketika penulis mampu menciptakan
hubungan-hubungan dalam rangkaian emosi yang kemudian menjadikannya jawaban di
halaman-halaman akhir U-Turn.
Buku ini memiliki gaya
bahasa yang lugas dan mengikuti karakter Karin. Pemilihan katanya mungkin bukan
vulgar tapi frontal. Langsung dan tepat mengenai sasaran. Tak terlalu
disopan-sopankan. Tapi, mungkin ini pula yang bisa menjadi pro-kontra di
masyarakat.
Meskipun demikian, segmen usia yang dianggap ideal untuk
boleh membaca novel ini adalah remaja berusia di atas tujuh belas tahun atau
bahkan dua puluh tahun. Hal ini didasarkan pada kebijakan dalam penilaian
pembaca dalam memfilter cerita yang digambarkan dengan gaya
hidup Karin sebagai tokoh utama. Sementara itu pula, keberanian penulis yang
membenturkan gaya hidup dengan hal
yang lebih religius dinilai sangat berani dan mendobrak gaya
tulis novel cinta kebanyakan.
Epilog dalam novel U-Turn setidaknya mampu menjadi refleksi
tersendiri bagi pembaca. Mengharmonikan konflik batin yang terjadi dengan
sesuatu yang lebih religius. Menempatkan kedudukan kekuasaan yang mutlak di
tangan Sang Pencipta, Allah SWT. Dan sebundel emosi itu luruh dalam seketika
bersamaan dengan penempatan kembali suasana religius itu.
- Deliani Poetriayu Siregar (Anggi Siregar) -
6 Juli 2013
0 komentar