Sang Nahkoda dan Kapten Hook: Sang Purnama

06.33

Kapal hampir berlabuh di tepian pulau harapan. Tepian Pulau Siberian of Dream yang aura kemegahan dan kemewahannya sudah tercium sampai dek kapal. Kapten Hook belum datang jua. Batang hidungnya belum terlihat sampai ke dalam kapal. Sang nahkoda jauh terlihat lebih tenang dari sebelumnya. Riak ombak Sang Samudera terasa lebih bersahabat saat ini. Sapaannya di tiap pagi dan malam nian lembut menyibak aura gelap Sang Kapten Hook. Kabar kedatangan Kapten Hook tak lagi membuat gentar. Kapal berlayar kian pasti meskipun tak segagah dikali pertama layar dikembangkan. Mungkin ini belum bisa disebut the dream team. Tapi kondisi ini menempatkan para awak dan sang nahkoda ke dalam keadaan yang lebih kondusif. Setidaknya tiada selimut awan gelap yang menyelebungi dek kapal ini.



Ada dua orang awak kapal yang terlihat berjalan di dek paling atas semalam. Satu orang berada di bagian belakang, seorang lain berada di bagian depan. Keduanya memandangi purnama yang sama. Purnama yang selalu mengingatkan akan indahnya pelukan bunda. Menyibakkan rasa rindu akan hangatnya rumah. Purnama yang sama-sama dinanti dalam diam, penuh kerinduan. Awak kapal yang laki-laki termenung mencoba bermuhasabah. Mencoba mengontrol emosi. Ia berbicara pada purnama mengenai apa saja yang tak sanggup ia katakan pada sesiapa juga awak dalam kapal. Ia mentuturkan semuanya kepada purnama yang tak akan pernah memalingkan wajah pada sang awak kapal itu. 

Si awak kapal perempuan terdiam sesekali terisak dalam tangis. Purnama dianggapnya sebagai seorang kawan. Serupa kawan lama yang telah lama tak bersua. Ia masih percaya pada takhayul tentang purnama. Tentang begitu ampuhnya purnama sebagai pengantar pesan. Ada ribuan pesan yang tak dapat tersampaikan entah karena malu, malas, atau tak terucap kepadanya. Selain purnama, hanya malamlah yang menjadi tempatnya mengadu. 

Kedua awak terjebak dalam khusyuknya diskusi dengan sang purnama. Tak hirau pada waktu, abai pada satu sama lainnya. Terjebak pada perasaan masing-masing. Larut dalam pelukkan rasa yang entah apa namanya. Mungkin juga bisa disebut perasaan yang bias akibat teraduk-aduk dalam samudera berhari-hari. Sebab dalamnya samudera si awak bisa tahu, tapi bagaimana dalam hati mana ada yang tahu. Sang Nahkoda, Sang Kapten Hook pun bakal tiada tahu. 

Purnama masih memeluk hangat kedua awak dalam lamunan. Cahaya purnama perlahan menanam rasa kantuk dalam-dalam. Membuat berat sepasang pelupuk mata. Membenam mimpi yang bakal dikenang sebagai bunga tidur selepas nanti seluruh awak dan nahkoda terjaga dalam hingar bingar siang pekerjaan kapal di siang hari. Cahaya purnama membawa sendu. Membenturkan beberapa awak kembali ke dalam pengertian komitmen dan beberapa lain kembali dalam kata istiqomah. 

Purnama dan bintang cerah masih bertahta. Kedua awak masih berdiam. Terbelenggu dalam sesuatu yang tidak dapat didefinisikan. Terputar sebuah kisah usang di antara keduanya. Masing-masing terjebak kembali dalam pertentangan-pertentangan. Sibuk berdiskusi dalam hening bersama purnama. Dan akhirnya hampir tibalah akhir dari perjumpaan dengan sang purnama. Sang awak perempuan berjalan menyusuri dek atas berusaha mengucap salam perpisahan dengan para bintang satu per satu. Ya, satu per satu. Sementara sang awak laki-laki berjalan menyusuri dek kapal berusaha untuk menghitung bintang sebagai pengantar tidur. Tak sengaja keduanya bertemu. Hanya sebatas bertemu pandang. Sekejap saja. Mungkin barang beberapa detik. Kebisuan tak menyingkap apapun. Keduanya urung melanjutkan malam dengan para bintang. Mereka memutuskan tuk berjalan kembali ke dek bawah. Masing-masing. Ya, berjalan masing-masing dalam hening. 


You Might Also Like

0 komentar

@anggsiregar

My Other Planet

www.delianisiregar.blogspot.com

Flickr Images