Sudut Perasaan

01.27

Hai blogger,
Hari-hari usai nuansa fitri masih begitu kental. Menyadari keberadaanku yang begitu cepat berpindah kembali dalam rangkulan ibu kota, belum serta merta membangun semangat terbaikku. Mungkin aku masih saja terjebak dalam lembutnya buaian masa bersama keluarga di rumah sendiri.
Terlepas dari rasa rinduku yang masih saja teramat sangat terbungkus untuk keluarga ku, rumah ku, dan bahkan remah-remah cerita kecil manis pahit belasan tahun hidupku di sana, aku terjebak pada sudut perasaan yang begitu aneh. Tetiba malam ini menjadi begitu sensitif bagiku. Jauh dari bungkusan rindu itu, aku tengah berdiri pada sudut lain di ruang hatiku. Begitu rapuh. Sensitif.


Lantunan almost is never enough yang tak sengaja menggema si tengah ruang dengarku dini hari ini sukses menghantar bulir air mata. Jelas aku berdiri di sudut yang sama, sudut yang sama yang hingga kini belum aku kenali namanya. Aneh. Sentimentil.
Aku tahu kita terus tumbuh. Bersama-sama kita bisa tumbuh, tapi tentu saja alur ceritanya berbeda. Tiap peran mendapatkan plot nya masing-masing. Ah, mungkin haru. Kebahagiaan baru saja membuncah dari sekian panjang episode selipan cerita sahabat. Yah tentu aku bahagia, turut berbahagia.
Ah ya, mungkin haru. Tapi benarkah sebegitunya. Aku tahu aku hidup dengan kepekaan pada firasat. Firasatku sekali benar. Bergidik bulu kuduk ku. Ini terjadi pada seorang gadis manis yang piawai pada soalan agama yang mudah memikat hati sesiapa saja yang mengenalnya. Selamat.
Aku berharap pada perkara ini aku juga dimudahkan. Akan selalu ada akhir yang baik pada tiap-tiap awalan yang dipersiapkan dengan baik kan ya? Akan ada jawaban yang indah atas tiap-tiap doa khusyuk yang dilantunkan kan ya? Haha.
Sudut yang belum kukenali ini, malam ini aku persilakan untuk dihuni oleh tuan haru sekaligus rindu padamu. Semoga episode baru yang akan kau produseri dan sutradai menjadi lembar-lembar kebahagiaan. Tak ada keraguan pun kesedihan. Yakinlah.
Kawan, jangan berduka atas keadaanku saat ini. Berdoalah aku juga akan segera menyusun cerita dan petuah untukku sendiri. Tak lagi menjadi orang yang berulang-ulang mengomelimu karena kebodohan yang kadang kali juga aku perbuat kala aku terbuai. Oh kali ini aku tahu selain tuan haru ada nona gelisah yang malu-malu melongok dari sudut itu. Sabarlah nona gelisah, kau akan segera keluar dari sudut itu ketika sudah ada orang yang tepat. Bukan dari negeri dongeng yang kuharap, mungkin juga bukan dari negeri khayalan. Harapku dari kenyataan yang berani menghadap ayahku. Haha, entah kapan ya nona gelisah sebab di sampingmu masih tertidur nyonya ambisi. Ia masih lelap.
Sst... mari kita tidur nona gelisah. Tuan haru juga sudah menata tempat tidur. Coba kita legakan belenggu itu. Selamat berbahagia kawan.
-Anggi Siregar-

You Might Also Like

0 komentar

@anggsiregar

My Other Planet

www.delianisiregar.blogspot.com

Flickr Images